Sungguh kalian akan menyesal jika
menertawakan Joyo, saat kalian baru mengenalnya sehari dua hari. Dia memang
sangat humoris, namun sifatnya yang demikian bukan lantas menjadi legitimasi
kalian untuk menjadikannya lelucon. Joyo termasuk orang yang sangat serius dalam
bercanda, begitu juga sebaliknya – dia mampu menjadikan sebuah canda tawa
sebagai metode menyampaikan hal yang sangat serius.
Saya sangat tercengang dengan cara
Joyo memberi ucapan selamat kepada temannya – atau siapapun – yang sedang
berulang-tahun. Kebanyakan kalian yang telah lama mengenalnya pasti sudah tidak
asing dengan kalimat ini: “Terima kasih sudah lahir di dunia.”
Ya, kalimat itu selalu diucapkan
kepada temannya yang berulang tahun. Ia tak pernah mengobral banyak basa-basi
dan doa-doa atau mantra-mantra yang belum tentu dikabulkan Tuhan. Barangkali,
baginya lebih penting memberi ucapan terima kasih dari pada bermacam-macam selamat.
Sebab, menurutnya hidup di dunia adalah sebuah proses fana, proses bermain
peran, atau sandiwara belaka, namun tetap membutuhkan keseriusan untuk
menjalankan drama kehidupan tersebut.
Tuhan menciptakan pemeran yang
beragam untuk mengisi peran-peran kehidupan. Dalam menjalani hidupnya, Joyo
merasa membutuhkan para pemeran tersebut yang tanpanya, ia tak mungkin hidup
sebagai makhluk sosial. Karena perasaan membutuhkan itu, Joyo dengan penuh
penghayatannya merasa perlu mengucapkan terima kasih.
Menurut saya, ucapan itu bukan sekadar
ucapan. Melainkan, sehimpun kalimat yang lahir dari kandungan pikiran yang
sangat luas dan dalam, sehingga ia memilih kalimat itu untuk diucapkan kepada
siapa saja yang sedang berulang-tahun, karena orang-orang yang mendapat ucapan
itu dipastikan, sedikit-banyak, terlibat dalam sebuah proses kehidupan bersama
Joyo.
Pada kesempatan lain, saya menemukan
Joyo memberi ucapan lain, yang juga sangat bermakna, terlebih dengan kutipan
sebuah ayat dari Kitab Suci, berikut selengkapnya:
Rabbul-masyriqaini wa rabbul-maghribain. MenungguMu menghidangkan senja. Mata pasti berhasrat
tuk melahap keindahan itu, sementara jantung berusaha mencuri remah-remahnya.
Fabiayyi ala irabbikuma tukazziban.
Mata diperingatkan jantung tuk tidak terlalu
kenyang, memuntahkan bulir air yang tahu kemana arahnya jatuh. Mendobarak
bibir, menyetubuhi lidah yang korep. "Terima kasih telah mempertemukanku dengan manusia-manusia ini."
Lihatlah betapa kokohnya Joyo membangun
megah kata demi kata. Sudah sangat jelas bahwa apapun yang dia lihat, dia
alami, dan dia rasakan, selalu membuatnya takjub atas keagungan Tuhan. Konon,
Joyo menyimpan banyak rahasia yang sering kali rahasia itu membuat dia menjadi
sosok yang misterius. Akibat ke-misteriusan-nya itu, banyak yang menuding Joyo
tukang gendam, dukun santet, alien, atau semacamnya. Bagi saya, Joyo adalah
Joyo, yang tidak akan berubah menjadi selain Joyo, kecuali atas kehendak Tuhan.
Komentar