Renungan

Setiap bayang tidak selalu cerminan realitas. Ia hanya tafsir, yang bisa menampakkan beribu kemungkinan. Ia tidak mutlak benar, juga belum tentu selalu salah. Maka berdebat tentang bayang hanya memperpanjang usia kebodohan. Pada saat demikian, bijaksana perlu bekerja, mendudukkan setiap bayang dengan penuh cinta dan kerendah-hatian, hingga masing-masing ia saling memahami secara paripurna.

Tuhan Maha Asik


Emha Ainun Nadjib
Frasa yang tertulis dalam judul tulisan ini pertama kali kudengar, atau kubaca dari seorang yang mengaku sebagai Presiden Jancukers, Sujiwo Tedjo. Pria yang satu ini memang unik. Pemikirannya cenderung anti mainstream.

Setelah aku renungi, frasa itu sepertinya tidak salah. Bahkan aku berani mengklaim frasa tersebut sebagai kebenaran. Betapa tidak, dari fenomena-fenomena yang ada di dunia ini aku melihat adanya hal yang begitu unik. Misalnya, anjing yang diklaim oleh agamaku sebagai makhluk yang hina, ternyata punya sisi lain yang bersifat positif.

Seekor anjing, mampu membantu seorang pelacur untuk masuk Surga. Hanya karena pelacur itu memberi minum pada anjing yang sedang dehidrasi. Begitu kata orang-orang dalam cerita klasik yang diwariskan turun-temurun. Entah tercatat di Kitab Suci atau tidak, aku tak begitu mengerti. Karena memang aku termasuk manusia yang kurang rajin membaca Kitab Suci, apalagi memahami makna dari kalimat-kalimat yang tertulis di kitab tersebut.

Meski aku jarang membaca atau menafsirkan arahan yang tercantum di Kitab Suci, sedikit banyak aku paham beberapa cerita. Termasuk soal fenomena Asqhabul Kahfi, dimana anjing memiliki peran untuk menjaga para pemuda pilihan yang dikejar-kejar rezim negeri Syiria.

Kala itu, para pemuda bersembunyi di sebuah goa. Orang-orang mengira goa ini merupakan sarang anjing lantaran terlihat dua kaki anjing menjuntai di mulut goa. Oleh karenanya, tak ada yang menyangka bahwa para pemuda ini disembunyikan di goa tersebut selama 300 tahun masehi. Fenomena Asqhabul Kahfi ini sempat digubah menjadi teater berjudul Tafakur Anjing oleh budayawan Emha Ainun Nadjib.

Lagi-lagi anjing, binatang yang notabene dianggap penuh dengan najis, mampu berperan baik. Aku kembali menyimpulkan, Tuhan Maha Asik. Disetiap jengkal kebusukan pada makhluk-Nya, Ia selalu menitipkan bilik kemuliaan yang menyertai makhluk tersebut.

Dari dua fenomena itu, aku belajar memberi penilaian bahwa segala sesuatu tidak bisa dikatakan mutlak hanya salah atau benar, hitam atau putih. Ada warna-warna lain yang memberi corak pada setiap jengkal kehidupan.

Seseorang melakukan pemerkosaan, memang dari satu sudut pandang perbuatan yang dilakukan orang itu tidak bisa dikatakan benar. Namun, ada sisi positif jika kita melihat sudut pandang yang berbeda. Bagi orang atau pihak yang tidak terlibat dalam pemerkosaan, kasus seperti ini bisa menjadi bahan pelajaran yang menunjukkan bahwa pemerkosaan itu tidak baik. Ada nilai manfaat yang bisa diambil dari fenomena ini.

Yang paling Asik dari Tuhan ialah, Ia menciptakan makhluk istimewa yang ditakdirkan mendapat segala macam kutukan oleh seluruh umat manusia di muka bumi: Iblis. Lagi-lagi, aku tak mampu mengutip sumber dari Kitab Suci lantaran aku tak begitu memahami isinya secara komprehensif.

Namun, menurut tafsir Emha Ainun Nadjib, budayawan yang sempat aku sebut-sebut di awal tulisan ini, Iblis sejatinya adalah malaikat yang paling tangguh. Tingkat keimanan iblis melebihi tingkat keimanan malaikat manapun.

Masih menurut Cak Nun – sapaan akrab Emha Ainun Nadjib – Iblis hanya mau patuh dan bersembah kepada Tuhan. Ini yang menyebabkan Iblis enggan melakukan sujud ketika diperintahkan sujud kepada Adam. Usut-punya usut, Iblis sudah tahu jika anak turun Adam ini bakal menjadi makhluk yang hina, hanya mampu mengumbar nafsu untuk menguasai makhluk-makhluk lain ciptaan-Nya.

Ya, Tuhan memang Maha Asik. Begitu banyak rahasia yang tak mungkin habis terkuak jika membicarakan ke-AsikanNya. Namun, usaha menguak rahasia ke-AsikanNya selalu saja menarik untuk dilakukan. Aku pun masih tertarik menemukan sosok Tuhan yang Maha Asik ini. Konon, Tuhan itu sangat dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher manusia itu sendiri. Apa ini artinya Tuhan ada di dalam Aku. Atau Tuhan adalah Aku? Kalau pertanyaanku salah, lalu apa, atau dimana tempat yang lebih dekat ketimbang urat leher?

Komentar