Renungan

Setiap bayang tidak selalu cerminan realitas. Ia hanya tafsir, yang bisa menampakkan beribu kemungkinan. Ia tidak mutlak benar, juga belum tentu selalu salah. Maka berdebat tentang bayang hanya memperpanjang usia kebodohan. Pada saat demikian, bijaksana perlu bekerja, mendudukkan setiap bayang dengan penuh cinta dan kerendah-hatian, hingga masing-masing ia saling memahami secara paripurna.

Mati untuk yang Sejati

Hiruk pikuk dunia menjanjikan segalanya
Gemerlap fana membutakan mata
Gebyar pesta menulikan telinga
Kilaunya mematikan rasa

Dan kita semua saling berlomba
Sikut-menyikut renggut merenggut

Tega mengeremus daging saudara
Buntut-membuntut seperti kentut

Pernahkah kita bertanya
Ataukah sudah paham dan sengaja lupa
Bahwa ada yang lebih sejati pasca hilangnya nyawa
Yang mampu menjadi tumpuan bersandar
Tentang kehidupan dunia yang kita kejar
Ibarat tak lebih lama dari sekedar buang air besar

Lantas apa yang telah kita siapkan
Untuk bahan bakar aktivitas setelah mati nanti
Atau bahkan kita belum sempat memikirkan
Tentang apa yang akan kita habisi setelah mati

Bisakah kita bergeming ketika raga telah menjadi makanan anjing
Mampukah kita mengelak saat bangkai sudah masuk dalam tanah sepetak

Muhammad Choirul A.
Malang, 18 oktober 2013

Komentar