Renungan

Setiap bayang tidak selalu cerminan realitas. Ia hanya tafsir, yang bisa menampakkan beribu kemungkinan. Ia tidak mutlak benar, juga belum tentu selalu salah. Maka berdebat tentang bayang hanya memperpanjang usia kebodohan. Pada saat demikian, bijaksana perlu bekerja, mendudukkan setiap bayang dengan penuh cinta dan kerendah-hatian, hingga masing-masing ia saling memahami secara paripurna.

Isak dari Tepian Brantas

Semilir angin menyibak belahan rambut
Kutatap muram tepian Sungai Brantas
Berdiri kokoh beton menjulang tinggi
Tetesan air malu-malu mengalir, minder

Dari bawah jembatan kembar, tersingkap tepian sungai begitu renta
Rerumput dan bunga hanya berperan lipstik
Terbayang olehku, betapa tersiksa tepian sungai itu


Manusia-manusia berdasi hanya sibuk keluar-masuk
Berpasang-pasang
Mereka tampak sibuk

Wahai alam, pahamilah kesibukan kami
Tiada waktu bagi kami melirikmu
Kampus di seberang sana mendidikku membuat beton
Alim ulama mengajariku hanya patuh pada Tuhan
Para pemimpin gencar menyuarakan pembangunan

Ya, mungkin hanya ilmuan yang sedikit melirikmu
Tapi sadarlah, kau hanya sebagai objek penelitian
Tentu, saat penelitian usai mencapai titik orgasme, kau tinggal sampah

Malang, Januari 2015

Komentar